February 20, 2017

Premi Pendidikan Manulife Sebagai Salah Satu Solusi Mengatasi Mahalnya Uang Sekolah Anak

Hari ini semesta sedang ingin mengajarkan suatu yang baru lagi pada saya. Sebenarnya sih ngga baru banget, hanya mendapatkan pemahaman yang lebih dibandingkan sebelumnya. Dalam rentang waktu yang bersamaan ada tema yang sama dibahas antara saya dengan adik, dengan seorang sahabat dan perbincangan umum di WA grup. Dengan adik memperbincangkan program barunya Manulife (adik saya seorang agen Manulife), dengan sahabat memperbincangkan jenis-jenis asuransi yang kemudian mengkerucut ke asuransi pendidikan dan di WAG mengenai para ortu yang sedang dalam pergumulan memasukkan anandanya ke sekolah dasar. Biayanya bikin jantungan ya hehehe sampai ke puluhan juta, padahal baru biaya pendaftaran dan biaya masuk. Bahkan ada yang curhat biaya ini tidak bisa dicicil. Masuk sekolahnya masih tengah tahun, tapi awal tahun sudah banyak sekolah favorit (di kota masing-masing yang sudah tutup pendaftaran). Fiuh,,,belum kebayang gimana nanti jaman saya melalui hal ini. Kayanya biaya saya S2 kok udah kalah sama krucils yang mau masuk SD ini x)))

Satu hal yang saya syukuri adalah sejak awal menikah (2012), saya dan suami memutuskan mengambil premi untuk pendidikan, jadi tadi sekalian cek-cek ombak gimana situasinya, sepertinya sih masih aman ya untuk perkiraan 7 tahun ke depan hehehe. Bagi rekans yang berminat mengambil premi pendidikan, dicoba dulu saja sekarang, mumpung Manulife sedang ada program cuma bayar 5x, ada bonus loyalitas 40% setiap per 5 tahun, jaminan premi kembali (nilai tunai yg dijamin), ada nilai polis yg terbentuk dan mendapatkan proteksi jiwa sebesar 5x premi tahunan yg dibayar. Menarik kan? Ngga usah takut, selama untuk kebaikan keluarga, pasti adaaa aja jalannya, kaya saya sekarang, anaknya belum ada udah nyicil dan puji Tuhan masih tercukupi rajin mbayarnya. Ada aja kok jalannya meskipun kadang kalau dipikir ngga akan cukup. Karena, kalau ga dimulai dari sekarang kapan lagi? Anak juga masih akan masuk SMP, SMA, kuliah kan? Kalau mau dibantu dan mau nanya-nanya untuk hitungan polisnya, bisa mampir isi ke sini. Nanti di kolom terakhir bisa diisi infonya dapet dari blog receh ini ya x)))
 Ini salah satu perhitungan perkiraannya mulai anak usia 1 tahun. Anak umur berapa aja mulai masuknya bisa kok dibuat perhitungannya, asal belum 30 tahun. Tanda biru itu tadi dikasih pas saya nanya tentang pengambilan. Jadi, berdasarkan contoh di atas, tahun ke 20 kalau mau berhenti yang didapet 6jt+2,636+191jt. Tapi sayang ya kalau berhenti, kan serunya anak tetep bisa dapet polis asuransi jiwa sampai usia 70 tahun. Ya, itung-itung warisan kan ya? Bonus 40%nya ya tergantung pengennya nabung berapa, berdasarkan kesepakatan saja sama pasangan kan ya.
Ps : selain tentang biaya masuk sekolah, di WAG tadi dapet info juga kalau di Solo tidak mewajibkan anak bisa baca waktu masuk SD, keren ya, jadi ga ada paksaan ke anak dan ga ada tes aneh-aneh yang mungkiiinnn malah bisa bikin anak tertekan. Pindah ke Solo aja apa ya? Heeee, ngareppp, biar bisa keluar dari kota antah berantah ini >.<

February 19, 2017

Ulasan Buku Menakar Jiwa Mantan Teroris Melalui Tes Davido CHad (Sarlito Wirawan Sarwono, 2013)

Buku ini belinya lewat www.penerbitsalemba.com yang cs onlinenya ramah banget karena saya sempat kesulitan memfinalisasi order. Ramah cepet lagi,hehehe malah promo penerbitnya ya. Harganya Rp. 11.353 karena diskon 75% dari Rp. 52.900. Harusnya pada saat itu borong banyak ya, lumayan bisa dijual lagi x)))
Mendapatkan buku Menakar Jiwa Mantan Teroris Melalui Tes Davido CHad ini di awal tahun merupakan hal yang menyenangkan bagi saya. Saya mencoba memberikan  ulasan buku ini dikarenakan sejak setahun terakhir saya sedang merasa tertarik dengan psikoanalisis. Kemudian menemukan tulisan alm. Prof. Sarlito yang mengatakan bahwa "saat ini dunia psikologi di Indonesia mudah sekali melenceng dari pakem bahwa psikologi adalah ilmu yang berasal dari ilmu-ilmu sebelumnya, yaitu filsafat, ilmu sosial, ilmu faal, kedokteran dan matematika, sehingga kita mudah sekali tertarik kepada pseudo psychology seperti ilmu otak tengah atau ilmu finger printing yang mengasumsikan psikolog bisa mengetahui dan mengubah kepribadian orang dalam waktu cepat" (dalam Revolusi Mental : Makna dan Realisasi, 2015). Di daftar acuan saya menemukan judul buku ini yang kemudian akhirnya semakin membuat saya sedikit bersemangat belajar lagi. Kenapa sedikit? Karena di sini saya belajar sendiri, coba di Yogyakarta, banyak yang bisa diajak diskusi dan ngajari saya hehehe alesan ya.

Di dalam buku ini, diceritakan bahwa Prof. Sarlito memulai studinya mengenai psikologi teroris (okei,saya saja baru denger ada psikologi jurusan ini,apalah saya yang masih cetek ini) pada tahun 2005. Bermula saat pembuat film dokumenter Daniel Rudy Haryanto memberikan kepada beliau 14 rol kaset video yang berisikan wawancara penuh dengan empat pengebom Bali pertama. Hasil analisis yang dilakukannya bersama tim menunjukkan tidak ada indikasi gangguan patologis pada semua pelaku, tidak ada juga gejala neurotik maupun faktor sosial-ekonomi lainnya. Mereka sehat secara mental seperti orang normal lainnya. Hasil inilah yang kemudian berlanjut pada penelitian lainnya di tahun 2007 yang menggunakan sampel lebih besar (47 subyek mantan teroris); tahun 2009 diperluas ke sebuah program deradikalisasi eksperimental; 2011 studi mantan teroris mendakwahkan Islam damai. Pada saat di puncak eksperimen ketiga, Prof. Sarlito bertemu Dr. Roseline Davido seorang psikolog klinis Perancis dan pembuat tes gambar CHad (Childhood Hand that Disturbs) sebuah teknik proyektif dari tes kepribadian berdasarkan teori psikoanalisis. Dalam komunikasi jarak jauh dengan memberikan data-data yang dibutuhkan, Dr. Davido dapat menunjukkan perbedaan signifikan antara gambar CHaD mantan teroris dan gambar CHad dari mahasiswa yg digunakan sebagai kelompok kontrol. Secara psikoanalisis, trauma masa kanak-kanak (kebanyakan seksual) mendorong seseorang melakukan tindak kekerasan ketika mereka tumbuh dewasa. Dalam lingkungan yang relevan, orang-orang ini akan menjadi kejam dan ketika bertemu dengan jaringan radikal, secara otomatis ia akan menjadi radikal. Hasil analisa inilah yang memperkuat Prof. Sarlito meneruskan studinya kemudian diiringi dengan tes gambar CHaD. Bahkan tes ini dapat digunakan sebagai deteksi dini kecenderungan kekerasan tidak hanya di ranah terorisme tetapi secara umum seperti kriminal dan kekerasan dalam rumah tangga.

Secara singkat di bab 2 dituliskan mengenai bagaimana individu bisa menjadi teroris. Teknik pendekatan yang digunakan kaum fundamentalis untuk merekrut anggotanya adalah dengan menghantam krisis identitasnya. Mereka diajak meninggalkan identitas pribadinya dan mengubahnya dengan identitas kelompok, yang dalam proses psikologi disebut "depersonalisasi". Beberapa mantan teroris yang pernah menjadi narapidana didapati menjadi lebih tenang dan mencari kehidupan bahagia. Namun, ada juga yang tetap pada ideologi radikalnya bahkan dapat mempengaruhi beberapa personel di dalam penjara untuk menjadi lebih radikal serta melakukan kegiatan ilegal untuk melancarkan aksinya. Prof. Sarlito kemudian menerapkan tes CHad kepada mantan teroris yang menjadi subjek penelitiannya disertai dengan keyakinan bahwa teknik ini sangat berguna secara klinis di Indonesia. Prinsip teknik proyektif adalah apa yang tersembunyi di alam ketidaksadaran - yang tidak bisa diungkap dengan cara psikodiagnostik dan/atau prosedur lainnya dapat dilihat ketika psikolog menerapkan rangsangan. Dengan demikian, subjek dapat mengungkapkan prrasaan, trauma, dll yang terdalam. Salah satu ilmuwan psikologi adalah Sigmund Freud (1856-1939) yang sangat memperhatikan sesuatu yang disebutnya "alam ketidaksadaran" dan mengajarkan psikoanalisis yang menjunjung tinggi pentingnya alam ketidaksadaran pada pusat kepribadian manusia. Pada masanya, aliran ini mendapat banyak tentangan dari ilmuwan lainnya karena berisi banyak informasi dan hipotesis yang tidak bisa dibuktikan dan berbau spiritual atau mistis. Bagi Prof. Sarlito sendiri, beliau dapat menggunakan tes proyeksi untuk menuntut psikoterapi dan mengeksplorasi lebih mendalam terhadap fungsi psikis pasien. 

Tes CHad, menurut R. Davido (1994) berisi tiga gambar yang akan dilakukan, yaitu gambar masa kecil (C), gambar tangan (H) dan gambar tangan yang mengganggu (D). Hipotesis yang didapatkan dari penelitian 10 kasus mantan teroris melalui tes CHaD salah satunya adalah para mantan teroris tersebut tidak dapat mengetahui dan/atau tidak bisa menggunakan beberapa tahun kebahagiaan masa kecil untuk membangun psikologinya. Salah satu yang dibahas khusus disertai dengan gambar tes CHaD dan petikan wawancara di buku ini adalah subjek yang bernama Abu Bukan Baasir (bab 8). Sangat menarik dimana ternyata subjek ini berasal dari keluarga menengah berpendidikan tinggi, tetapi ia menjadi radikal karena ia adalah satu-satunya anak (di antara kelima saudaranya) yang mendapatkan siksaan dari ayahnya. Kebencian, marah, takut membuatnya bergabung dengan organisasi radikal untuk menunjukkan dirinya sebagai laki-laki yang kuat dan percaya diri. Saat ini,kepribadiannya masih rapuh, meskipun agresivitasnya tidak lagi tinggi, tetapi dengan pekerjaannya sekarang membuatnya menjadi pribadi yang lebih tenang. Dikatakan oleh Prof. Sarlito bahwa kepribadian yang rapuh dapat menjadi kuat sepanjang ada sesuatu yang mendukungnya antara lain keluarga, pekerjaan, sistem, dll.
Bab 8. Halaman 72-73
Bagian yang menarik mengenai efektivitas tes CHaD ini adalah pada saat para subjek menolak penyerahan jejak bukti apapun terutama yang tertulis. Namun, pada akhirnya mereka tidak menolak pendekatan menggunakan tes CHaD ini dikarenakan tes ini : menggambar tetapi tidak menulis. Tes CHad tidak membawa resep pengukuran melainkan arahan terapeutik. Para psikolog harus terus bertanya dan memperluas wilayah penyelidikannya. Untuk kasus teroris perlu diperluas sample.nya dan sangat dibutuhkan partisipasi beberapa institusi pemerintahan tertentu seperti Kementrian Sosial, Kementrian Agama, serta Kementrian Pendidikan dan Budaya. Tes CHad, bagi Prof. Sarlito, merupakan alat yang bagus di dunia hukum sehingga psikolog dapat masuk lebih jauh, pada klinis anak tes CHaD dapat mengungkap trauma yang menghilang dalam ketidak sadaran dan memulai suatu terapi.

Selama membaca buku ini saya deg-degan membayangkan bagaimana prosesnya, keseruannya menghadapi defensifnya para subjek, bagaimana proses bolak-balik mendapatkan data yang dibutuhkan untuk mempertajam analisa serta bagaimana hipotesa terbentuk. Sangat disayangkan karena penelitian setelah tahun 2011 tidak mendapatkan sponsor pendanaan lebih lanjut mengingat hasilnya tentu saja tampaknya akan sangat berguna bagi Indonesia. Dimana situasi Indonesia saat ini yang sangat sensitif dimana orang mudah sekali terpicu dan digerakkan secara massive oleh pihak-pihak tak bertanggungjawab, kekerasan verbal maupun fisik bahkan di dunia maya orang sangat mudah terpengaruh berita hoax. Rasa penasaran lain yang muncul adalah, saat ini siapakah penerus alm. Prof. Sarlito di ranah ini. Sangat-sangat menarik untuk dipelajari dan diterapkan di kasus-kasus individual. 

Dr. Roseline D. Davido sendiri akan menjadi pemateri workshop yang diadakan oleh ASIAN PSYCHOLOGICAL ASSOCIATION di Malang pada tanggal 21 April 2017. Menarik dan menyebalkan ya bagaimana momen-momen yang menarik minat kita datang di saat hampir bersamaan, tetapi kita belum tentu bisa mencapainya? Buku ini adalah satu dari beberapa buku yang ada mengenai tes CHaD, semoga bisa habis sebelum pertengahan tahun ini bisa punya lebih lengkap ya sebagai target pembelajaran mandiri saya di kota antah berantah ini >.< semoga semangat belajarnya ngga luntur di tengah jalan.