Pagi ini saya membaca Life is Beautiful nya Xavier Quentin Pranata.
Dalam bab tentang 'Sepatu Boot' ada sebuah kalimat yang menggelitik saya, begini bunyinya
"kita bisa berhasil menjalani hidup yang seutuhnya bukan berdasarkan apa-apa yang menimpa kita, tetapi lebih pada reaksi kita terhadap peristiwa itu. Reaksi positif akan menetralkan aksi negatif. Sebaliknya, reaksi negatif memperburuk aksi negatif"
dan sebuah kalimat lagi yang membuat saya semakin gatal dalam bab 'The Power of Thinking'
"kita memiliki kecenderungan untuk menyalahkan lingkungan dan orang lain. padahal seringkali kitalah yang membuat lingkungan kita menjadi buruk dan tidak nyaman untuk didiami".
Kedua kalimat ini sangat menggambarkan kehidupan interaksi saya terutama dengan orang yang saya kasihi yang mau tidak mau setiap aksinya membuat saya memunculkan reaksi. yaaang entah kenapa seringkali saya melakukan hal negatif yang membuat saya malah memunculkan duri-duri dan kemudian muncullah situasi yang tidak diharapkan.
Kedua kalimat tersebut bisa dengan mudah saya gambarkan seperti berikut ini.
aksi negatif : Pernah ngga merasakan betapa inginnya mewujudkan keinginan orang yang kita sayang, simple ngga susah-susah, dia cuma pengen nurunin berat badan dan paling tidak perut buncitnya sedikit mengalami penurunan lingkar. Tapi ngga bisa dong ya kita yang lakuin, yang bisa kita lakukan adalah sekedar mengingatkan jangan makan ini, makan itu, minum air putih, ngingetin jam makan dan hal-hal klise lainnya. Kita menganggap kita sudah masuk ke dalam rutinitas program penurunan lingkar perutnya. *catet ya*
Daaaan kemudian sekitar jam 11 malem dia minta sepiring nasi goreng menu lengkap beserta jusnya dengan alasan lapar seharian belum makan kalau lapar ngga bisa tidur, kita berusaha dong ya mengingatkan hanya makan buah atau sayuran dan ybs tetep ngotot dengan menunya.
reaksi negatif saya : marah, ambil bantal, tidur membelakangi dan membiarkan dia menghabiskan makan sendiri sambil merasa usaha mengingatkan selama ini sia-sia dan dianggap angin lalu (padahal udah serius ya booo :)
aksi-reaksi negatif ini berlangsung sampai pagi hari dan semakin kesal ketika ybs merasa tidak bersalah sambil nonton televisi dan meracau mengenai kegiatan-kegiatannya bersama teman-temannya. yang satu semakin cemberut karena merasa tidak dihargai sementara pihak lain merasa baik-baik saja karena merasa lapar dan bukan hal yang menyalahi wong seharian belum makan (males bilang ini kalau inget mbulnya XD)
aksi negatif saya : mendiamkan sambil menanggapi sambil lalu setiap perbincangan, berusaha tampak baik-baik dan kemudian nangis bombay (yang udah ditahan) sambil ngome-lngomel menyalahkan dia dan keadaan yang terjadi
reaksi negatif dia : membela diri, menyalahkan kalau tadi malam saya meninggalkan dan cari gara-gara hanya karena sepiring nasi goreng padahal dia lapar, menuduh tidak pengertian (di sisi lain saya sambil mewek menyalahkan dia adalah pihak yang tidak pengertian)
blablablabla adu argumen dari sudut pandang masing-masing yang membuat lewatnya ritual morning s*x terlewati, tidak ada pelukan hangat padahal kemudian akan berpisah selang beberapa waktu, tidak ada senyum pengertian yang membuat saling dipahami satu sama lain dan bahkan tidak ada kecupan kecil sebagai penanda bahwa keberadaan masing-masing masih dibutuhkan daaann buruknya komunikasi selama seminggu ke depan (atau mungkin lebih? ;p)...
waw betapa banyak kerugian yang dialami hanya karena reaksi yang kurang tepat dan kemudian saling menyalahkan, menuduh tanpa melihat bahwa aksi diri sendiri terkadang menimbulkan reaksi yang salah, ingin dipahami tanpa berusaha lebih dulu memahami, sama-sama tidak mau mengalah dengan melihat sakit dan luka hati yang ditimbulkan, sama-sama merasa butuh didahulukan kepentingannya, dan banyak lagi daftar keegoisan lainnya yang menuju pusat yang sama : menyalahkan dengan tidak memperhatikan reaksi kitalah yang menyebabkan rentetan aksi lainnya.
susah-susah gampang saudara, biasanya setelah kejadian baru bisa evaluasi diri :)
tapi dengan pembelajaran yang kontiniti saya yakin kedewasaan suatu hubungan akan bisa terus terasah, seandainya saya mengalah terlebih dahulu dan memahami kebutuhannya makan nasi goreng tengah malam sambil memberikan argumen yang lebih lembut mungkin saja kejadiannya akan berbeda, memberikan reaksi positif (seminimal mungkin setidaknya :) terhadap aksi negatif akan sangat berdampak besar kan ya?
atau mungkin di pagi harinya saya yang lebih dahulu memberikan kecupan selamat pagi dan memberikan tanda bahwa saya sudah mengampuni sepiring nasi gorengnya di malam hari :D
yah apapun itu, pembelajaran bagi saya adalah : diperlukan penguasaan diri dan terutama selalu mengingat bahwa : reaksi kitalah yang menentukan ^_^
terutama agar tidak membuang waktu yang berharga dengan mengisi pertengkaran bersama orang-orang yang kita kasihi. betul tidak?
"Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Roma 12:18) |
No comments:
Post a Comment