"Padahal aku berduka tapi aku ngga pulang"
"Aku ngga jadi pulang,tiket dijual lagi karena tidak boleh sama suamiku"
"Baik ya suamimu bolehkan pulang lama-lama"
"Puas kau ya bisa pulang lama" dll,dsb.
Pernah ngga dengar kata-kata seperti di atas padahal kita baru seneng-senengnya mudik dan merasa refresh kembali ke kota perantauan? Saya dong baru ngalamin. Yang cangkemnya "tapukable" banget ya pas dibilang -bisa pulang padahal ibuk sehat- ya kaliiii saya kudu pulang nunggu mama ada kenapa-kenapa.
Sebagai istri perantau saya sangat memahami kebutuhan untuk pulang sekedar bertemu dan melihat keadaan orangtua terutama ibu ya. Namun,kalau ngadepin mulut yang seperti itu entah kenapa males berempati.
Silahkan salahkan saya bilang saya ngga empati, tapi perlu juga loh kontrol diri dan menyadari tindakan kita supaya jadinya tidak hanya sekedar menyalahkan lingkungan atas tindakan yang kita ambil. Akan berbeda ceritanya kalau yang komen seperti itu ke saya memang secara keuangan, keadaan, kesempatan atau ada hal-hal di luar dirinya yang memang tidak bisa membuat 'pulang'. Sudah membeli tiket tetapi tiket dijual lagi kemudian menyalahkan orang lain,bagi saya kok ngga masuk akal. Trus kemudian membanding-bandingkan suami. Ya kali kalau saya ngga kenal gimana sifat suaminya saya juga bakalan gemes istrinya pengen mudik kok dilarang-larang.
Menyadari tindakan dan perkataan itu mudah diucapkan tetapi enggan dilakukan bila situasi dirasa menekan. Iya ngga? Tapi bisa loh kita lebih menahan diri dengan tidak nyinyir dan lihat dari sudut pandang orang lain. Dari apanya sih orang itu bisa dinilai? Dari perkataan dan perbuatan loh. Bukan cuma dari niat, niat itu orang ngga bisa liat. Yang tampak itu ya perkataan dan perbuatanmu. So please ladies, sebagai sesama istri perantau, from now "STOP BLAMING AND START COACHING YOUR CORTEX".
Silahkan salahkan saya bilang saya ngga empati, tapi perlu juga loh kontrol diri dan menyadari tindakan kita supaya jadinya tidak hanya sekedar menyalahkan lingkungan atas tindakan yang kita ambil. Akan berbeda ceritanya kalau yang komen seperti itu ke saya memang secara keuangan, keadaan, kesempatan atau ada hal-hal di luar dirinya yang memang tidak bisa membuat 'pulang'. Sudah membeli tiket tetapi tiket dijual lagi kemudian menyalahkan orang lain,bagi saya kok ngga masuk akal. Trus kemudian membanding-bandingkan suami. Ya kali kalau saya ngga kenal gimana sifat suaminya saya juga bakalan gemes istrinya pengen mudik kok dilarang-larang.
Menyadari tindakan dan perkataan itu mudah diucapkan tetapi enggan dilakukan bila situasi dirasa menekan. Iya ngga? Tapi bisa loh kita lebih menahan diri dengan tidak nyinyir dan lihat dari sudut pandang orang lain. Dari apanya sih orang itu bisa dinilai? Dari perkataan dan perbuatan loh. Bukan cuma dari niat, niat itu orang ngga bisa liat. Yang tampak itu ya perkataan dan perbuatanmu. So please ladies, sebagai sesama istri perantau, from now "STOP BLAMING AND START COACHING YOUR CORTEX".
I love her so much !π Meskipun sering berantem juga sih π She's my real soulmate,ngga usah banyak cingcong udah paham anak wedoknya lagi waras apa ngga π |
No comments:
Post a Comment